Kalau engkau memang tak suka padaku
katakanlah
kalau memang engkau benci padaku
bicaralah
kalau memang engkau takut padaku
berteriaklah
agar aku mengerti
tidak tinggal diam
seperti bayangan yang lincah di hadapan pikiran...
(Gussus-Nganjuk, 8 Sept'99-Sang Hyang Malam)
Kamis, 13 Februari 2014
samadhi
Surakarta, 11-02-2014 23:02
“Kemarin... dan hari ini...
suasana tak enak lagi.. makanpun juga tak berselera... kekanak-kanakan
memang... tapi inilah aku... apalah daya... tiada rasa rupanya raga diberi makan
jika jiwanya sedang layu dilanda gundah...” itu yang dia ceritakan padaku malam
ini....
dan ini yang ku tahu darinya...
***
Kering rupanya.. teramat layu...
seperti tak ada lagi isi yang mampu menopangnya... tapi ia masih bertengger
saja di sana... dipandang pun tak sedap... dan pohonpun sepertinya mulai ogah
menjadi tempat sandarannya....
Kalau ditanya.. kenapa tak gugur
saja seperti yang lain.. ia pun hanya tersenyum... aku masih terlalu sayang
untuk meninggalkan tempatku tumbuh kali pertama.... mungkin ini akan menjadi
tempat terbaik yang ku miliki.. dan tak akan pernah lagi ku disini jika ku
pergi...
Obsesi bodoh... celetuk kupu-kupu
lain...
Iya...
Dia... kuning.. kusam.. entah
binatang atau tumbuhan.. atau hanya bagian dari keduanya... sayapnya saja..
atau helaian daunnya saja.. entahlah.. tak ada yang tahu pasti tentang dia..
sosok itu... hanya bodoh.. ambisious.. dan... seperti hidup di khayalannya
sendiri.. setidaknya itulah pikiran orang-orang yang mengenalnya....
“Hei..kau.. lalu apa yang kau
lakukan di sana... pohon mu sudah tak lagi menginginkanmu...”
“Sejak awal dia juga tak pernah
menginginkanku,,, lihat saja.. aku berbeda dari segala yang ada pada dirinya..
aku tak sama seperti mereka....”
Ku pandang sekeliling.. memang
iya.. dia benar... ia sama sekali tak serupa dengan segala apa yang ada pada
pohon itu.. sama sekali tak seperti apa yang diharapkan pohon itu... setidaknya
itulah yang pernah ku dengar dari mereka yang mengenal poon itu....
“lalu kau ini apa?”
“siapa?? Aku? Baginya?”
“em.. ya... setidaknya bagi
dirimu sendiri...”
“entahlah... aku tak tahu
namaku...”
“kok??”
“aku hanya cipratan dari sesuatu
yang kuingat ia disembelih... tapi.. entah mengapa sekarang aku teronggok
disini.. aku pun lupa akan riwayatku...”
“lalu??? Mungkin kau bagian dari
tumbuhan...”
“kalau aku tumbuhan.. kau
menyebutku apa? “
“Daun mungkin...”
“benalu... iya... aku benalu
buatnya.... kadang indah dipandang mata... dan selebihnya... kemali pada
hakikat si benalu.. aku...”
“oh,...dan jika kau binatang???”
“jalang...”
“tidak..”
“Lihat saja rupaku...”
“em.. lupakan yang itu... kalau
yang lain?”
“kau kira aku apa???”
“entahlah.... aku bertanya
padamu, kawan...”
“jika kau pikir aku masih sama
seperti mereka.. mungkin kau perlu buka mata lebih lebar...
Kau kira aku kupu-kupu ha???
Serangga-serangga cantik yang tak ubahnya adalah lalat??? Tapi apapun..
kuu-kupu tetaplah kupu-kupu di mata mereka... yang dia sukai.... yang
membatunya.. banyak sekali.. memberikan kebahagiaan.. membantunya menumbuhkan
rasa-rasanya... anak-anaknya..kasih sayangnya... kau kira aku kupu-kupu??? Kau
salah besar!!!”
“Lalu?”
“sepertinya aku ngengat.. yang
terselip dan mondar-mandir diantara berjuta kupu-kupu yang mengitarinya..
ngengat yang memilih bertengger di sisi pohon itu.. menikmati kenyamanan itu
dari sisinya... sama sekali tak diinginkan oleh pohon itu... ya.. mengganggu..
buatnya....
Aku ini ngengat.. yang bermimpi
jadi kupu-kupu... hanya untuk bisa diterima pohon itu...”
“kau tahu bagaimana ia padamu?”
“ya.. aku tahu.. aku menempel
padanya sepanjang hari.. tak ada detak jantung untukku.. tak ada hembusan nafas
untukku.. tak ada denyut nadi untukku.. tak ada panggilan untukku... “
“lalu apa yang ada???”
“entahlah,,. Hanya kekosongan
yang tak dapat ku isi sepertinya... ia punya hati bukan untukku.. hingga tak
dapat rasanya ku goreskan apapun padanya, kecuali membuatnya jengkel... itu...”
“siapa kau ini... apa yang
sesungguhnya kau lakukan? Kenapa kau begitu bodoh untuk bertahan pada dia yang
tak mengisikanmu ke dalam dirinya???”
“entahlah.. yang kulakukan
disini.. hanyalah menunggu.. menunggu titah dari Tuhanku...”
“itu sebabnya kau sabar???”
Sepertinya.. tapi ada juga yang
lain... aku terlanjur menyemaikan benih2 untuk anak cucuku disini.. ku simpn di
sini...”
“hai kau.. siapa namamu
sebenarnya?”
“Mungkin namaku sama seperti apa
yang ku lakukan di sini...”
“Semadhi..... samadhi...
semedhi...”
Disini aku berdiam...
menghampa... menghamba... berharap.. akan ada sesuatu lain yang kan
mengisiku... aaku disini.. menunggu titah tuhanku... mrnunggu takdirku...
,enunggu ajalku... jika harus ku gugur sekarang... aku bahagia....
***
Langganan:
Postingan (Atom)