Rabu, 06 November 2013

Kunang-kunang-rembulan, dan bintang....

,5 April 2011
Ingatan dan semua rasa itu ada...
Aku teringat padanya...
Rindukah itu??? Jatuh cintakah aku???
Ah, apapun namanya, siapa pula yang kan peduli..
Karna dia tlah hantamkan jeruji di sudut mati hati....


Bulan yang berenang  diatas tlaga itu,,,Kemarin masih tenang, dan kini sinarnya smakin cerlang..
Namun menangislah sang kunang-kunang..karna bokongnya tak dapat lagi hibahkan terangnya pada indah malam...
Sunyilah kini dunianya...lelaki itupun lebih menikmati rembulan untuk matanya..Tapi hanya kunang-kunang bodohlah yang tetap menantinya, sambil berharap, lelakinya hanya melihat, dan hatinya tetap teruntuk padanya.
Suatu malam, si lelaki memanggil kunang-kunang..ia ceritakan betapa sedih hatinya ketika ia tak dapatkan rembulannya pada malam kemarin, dan ia makin terpuruk ketika dijumpainya si perempuan bersama bintang-bintang berpadu sinar dan tinggalkannya sendiri...
Dan kunang-kunang menjawab
“aku kunang-kunang yan ingin berbagi sinar di kesunyian malam karena titah Tuhanku,
aku bukan milikku... tapi aku bisa tunjukkan siapa aku...
aku bukan kupu-kupu malammu”
“aku bertanya padamu, aku bercurah padamu, aku berharap kau dengarkan aku, jika kau menyayangiku, tinggalah bersamaku, aku tak peduli lagi pada malam purnama...
ku sadar, kau kembalikan kacamataku... dan kau lebih dari sekedar kurir hatiku yang sampaikan isi hatiku pada sunyi malam – malam kita”

“malam-malam kita katamu??? Sejak bulan kemarin bukan lagi malam milik kita...
rembulanmu tenggelam bersama bintang bintang di telaga hatimu...selamilah , dan hadirkan satu untukku, dan kembalilah padaku...
Takkan lagi kau jumpaiku jika malammu terlalu gusar”
“Apa maksudmu??? Bukankah kemarin kau yang ijinkanku bersamanya? Bukankah pula kau sendiri yang redupkan sinarmu kala itu, hingga akupun harus mencari yang lain?? Dan ketika kutemukan dia, kenapa kau tampak begitu bahagia?? Dan kenapa pula sekarang kau tenggelam dalam air matamu???”
“Jika kau memintaku menyelam, haruskah itu ke samudra hatimu yang begitu rahasia, ataukah ku harus ikuti aliran tangisanmu agar ku dapat kembali???”
“kenapa kau begitu munafik? Lisanmu merayuku, sedang matamu menantangku untuk kalahkan ketulusanku??
Semakin mengerti kini, kemana gerangan rembulanmu itu...”
“apa yang kau tahu dari ini semua? Akulah penentu alur air matamu...”
“ia tenggelam dalam keruh mata air kalbumu... “
“aku tak ingin entaskan dia yang tenggelam... yang ku ingin, lelakimu adalah aku... dan kau adalah perempuanku yang kan slalu menungguku...
“Aku mencintaimu seperti derasnya mata air... tapi ijinkan ku jumpai anak sungaiku sebelum ku bermuara pada hatimu... simpanlah itu untukku perempuanku”
“seperti itukah lelaki???
Seonggok hidrokarbon berpigmen
Berhatikah kau kekasihku???

Jika dapat, ingin ku benamkan dalam jantungmu dengan bambu yang dulu pernah kau siapkan tuk buat layang – layang agar kau dapat terbang bersamaku....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar